Friday 3 October 2008

Kapal KN. Sarotama Dikirim ke Port Klang Jemput 125 TKI

1/10/2008 17:08 WIB
Kapal KN Sarotama Dikirim ke Port Klang Jemput 125 TKI Niken Wulandari - Newsroom, Departemen Perhubungan mengirimkan kapal KN Sarotama untuk menjemput para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang selamat dalam tragedi tenggelamnya kapal tongkang di Port Klang, Malaysia, Selasa (30/9) kemarin.Kepala Puskom Publik Dephub Bambang S. Ervan Rabu (1/10) sore ini mengatakan, kapal tersebut akan menjemput terlebih dahulu para TKI yang selamat dalam tragedi tersebut. Selebihnya, seperti korban luka akan menjalani perawatan terlebih dahulu.Menurut Bambang, pengiriman KN Sarotama merupakan koordinasi dari Duta Besar Indonesia di Malaysia, Da'i Bachtiar dengan Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal.Diterangkan Bambang bahwa KN Sarotama nanti akan berlabuh di Port Klang dan akan menjemput 125 penumpang selamat yang saat ini berada di tempat penampungan TKI di KBRI di Kuala Lumpur.KN Sarotama lanjut Bambang merupakan Kapal Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) yang juga biasa digunakan tim SAR dengan bobot 500 Grt serta memiliki panjang 60 meter berawak 25 orang dan berangkat dari di Tanjung Uban, pukul 06.00 WIB pagi tadi. (heh)
Source : http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=58161

Penulis memperhatikan Harian Batam Pos dan Kompas, yang terbit di Batam dan Sumatera Bagian Utara dalam edisi 11 Agustus 2008, yang berjudul “TNI-AL amankan Kapal Angkut Bahan Peledak” dan dalam pemberitaan tersebut disebutkan bahwa kapal pengangkut MV Sumber Bahagia 7 mengangkut bahan peledak dan kapal tersebut ditenggarai telah menyalahi ketentuan sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dengan tidak memperhatikan prosedur pengangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dikhwatirkan dapat membahayakan dan disalahgunakan.
Dalam tulisan ini penulis tidak membahas lebih jauh tentang kewenangan TNI-AL atau Instansi terkait lainnya dalam melakukan penyidikan terhadap domain Direktorat Jenderal Perhubungan Laut c.q Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai selaku instansi yang secara khusus oleh Undang-Undang dalam penanganan dan pengawasan barang berbahaya di kapal dan pelabuhan (International & National Regulation) tetapi dalam kesempatan ini penulis sekedar untuk memberikan wacana tentang bagaimana penanganan barang berbahaya itu sendiri yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
IMDG Code (International Maritime Dangerous Goods) suatu koda Internasional yang pertama kali di publikasikan pada tahun 1965 setelah konferensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1960 yang menyarankan pemerintah untuk menerapkan kode Internasional yang seragam untuk pengangkutan barang-barang berbahaya melalui laut, juga untuk melengkapi peraturan yang terkandung dalam konferensi Internasional SOLAS 1974 dan telah menjadi pedoman baku untuk semua aspek pengamanan barang-barang berbahaya dan dampak polutan laut dalam pengangkutan lewat laut.
Ketentuan yang awalnya ini di tujukan pada industri pelayaran selanjutnya turut mempengarui keseluruhan industri dan bidang jasa dalam penanganan barang berbahaya di kapal dan pelabuhan seperti produsen bahan-bahan kimia, perusahan pengepakan ,jasa pengangkut dan jasa terkait lainnya yang juga terhadap instansi penegak hukum yang terkait langsung mapun tidak langsung dalam pengawasan pada transportasi darat, kereta api, kapal sebagai moda transportasi pengangkut barang berbahaya, dimana ketentuan ini merekomendasikan terhadap semua pihak untuk menjamin keselamatan dan keamanan penanganan barang berbahaya dari segi klasifikasi, penyimpanan, pengemasan, pelabelan, istilah-istilah khusus, dan prosedur tanggap darurat.
Sejak penerapannya dalam pertemuan IMO ke IV pada tahun 1965, IMDG Code yang telah diwajibkan pelaksanaannya sejak Januari 2004 telah mengalami banyak perubahan, baik dalam tampilan maupun isinya untuk mengimbangi kebutuhan industri yang berubah-ubah dan hal inilah yang mendasari juga ketentuan ini di up-date dalam siklus 2 (dua) tahunan dan hal ini dimungkinkan diadakannya perubahan terhadap IMDG Code yang berasal dari proposal yang diajukan langsung oleh negara anggota IMO (International Maritime Organization) dan perubahan yang direkomendasikan PBB terhadap pengangkutan barang-barang berbahaya yang merupakan dasar persyaratan untuk semua jenis moda transportasi.
Dalam pelaksanaan teknisnya untuk memberikan kepastian hukum tentang pelaksanaan penanganan barang berbahaya dalam pelayaran telah diatur dalam ketentuan Nasional yaitu dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang pelayaran yaitu dalam Pasal 44 “ Pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dan juga pada Pasal 45 ayat 2 disebutkan “Barang berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berbentuk bahan cair, bahan padat dan bahan gas “.dimana pada pasal Pasal 45 ayat 3 Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diklasifikasikan sebagai berikut:
a. bahan/barang peledak (explosives);
b. gas-gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan (compressed gases, liquified or dissolved under pressure);
c. cairan mudah menyala/terbakar (flammable liquids);
d. bahan/barang padat mudah menyala/terbakar (flammable solids),
e. bahan/barang pengoksidasi (oxidizing substances);
f. bahan/barang beracun dan mudah menular (toxic and infectious substances);
g. bahan/barang radioaktif (radioactive material);
h. bahan/barang perusak (corrosive substances); dan
i. berbagai bahan atau zat berbahaya lainnya (miscellaneous dangerous substances).
Adapun kewajibkan kepada Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang khusus diatur dalam Pasal 47 yang mewajibkan menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan, dan keseluruhan ketentuan ini menyebutkan konsekuensi berupa sanksi dengan tidak diindahkannya dari ketentuan ini yang diatur pada Pasal 294 yaitu :
(1) Setiap orang yang mengangkut barang khusus dan barang berbahaya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(1) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
Sebagai peraturan pelaksana dari UU 17 Tahun 2008 diatur dalam KM 17 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penangananan Bahan/Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia dimana dalam rangka menjamin keselamatan dalam penanganan bahan/barang berbahaya dalam kegiatan pelayaran di Indonesia, perlu memberlakukan ketentuan mengenai International Maritime Dangerous (IMDG) Code yang merupakan aturan pelaksanaan dari Konvensi on Safety of Life at Sea (SOLAS) dan Convention on Prevention of Marine Pollution from Ships (MARPOL) yang telah diratifikasi masing-masing oleh Keppres Nomor 65 Tahun 1980 dan Keppres Nomor 46 Tahun 1986.
Sejatinya ketentuan ini memberlakukan IMDG Code beserta supplement sebagai pedoman penanganan bahan/barang berbahaya dalam kegiatan pelayaran yang terdiri dari Volume I (Part1,2 & 4-7) yang berisi tentang ketentuan umum,definisi, dan Training; Klasifikasi; Ketentuan tangki dan Pengemasan; Prosedur Pengiriman; Konstruksi dan uji kemasan, IBCs, kemasan besar, tangki portabel dan kendaraan tangki darat; Pelaksanaan Pengangkutan. Volume II berisi Daftar Barang Berbahaya (format tabel); Pengecualian Jumlah Terbatas; Indeks; Appendiks/Lampiran, dan Supplement yang berisi teks yang berkaitan dengan IMDG Code antara lain: EMS Guide; Pedoman PPPK, Prosedur Pelaporan; Pengemasan unit angkut kargo; Penggunaan pesticida yang aman; INF Code (BBM Nuklir yang tidak ter-radiasi); Appendiks/Lampiran.
Secara keselurahan ketentuan yang mengatur telah jelas dan terinci, dimulai dari sistem pengepakan, pengangkutan, pemuatan hingga pengawasan barang berbahaya dalam pelayaran seyogyanya dapat optimal dalam pelaksanaan nya di lapangan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang merupakan panduan bagi Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang khusus . Hal lain yang tidak kalah penting adalah faktor koordinasi, komunikasi lintas sektoral di pelabuhan menjadi faktor kunci dengan tidak melibatkan ego-sektoral masing-masing instansi dalam memberikan pelayanan prima terhadap pengguna jasa yang tidak saja dapat meningkatkan devisa negara dan terwujudnya zero accident khususnya keselamatan dan keamanan terhadap barang, orang dan fasilitas pelabuhan khususnya dalam penanagan barang berbahaya dalam pelayaran, semoga ....(hmh-08)


Thursday 2 October 2008

Selamat Datang !